Yolody's Room

Tuesday, October 6, 2009

Morning Madness

Rabu, 7 Oktober 2009

Jam tujuh pagi kurang sepuluh menit, alarm handphone berbunyi. Tandanya saya harus segera bangun, mandi, sembayang (dipaksakan) dan segera ke kampus ketemu dosen di kampus A untuk minta tanda tangan di skripsi, lalu ke kampus C untuk menyerahkan dokumen-dokumen buat ijazah.

Pagi-pagi begini, mobil dan supir dipakai nganterin ponakan-ponakan ke sekolah, artinya gue harus nge-bis, lalu ngangkot. Dari depan gang rumah saya, naik bisa sebentar lalu mencegat angkot alias mikrolet 44 di Lapangan Ros. Bujuileee.. Jakarta udah mulai penuh nih, kenapa sih habis lebaran orang-orang nggak extend lamaan aja di kampung halaman sana? Itu terlihat dari hampir semua mikrolet dipenuhi orang berdiri di pintu. Saya sempat kepikiran, kalo saya ikutan nangkring begitu dengan dua tas ini, apa saya titipin tas aja ya ke penumpang lain? Kalo dicuri gimana barang-barang saya? (duuuh buat apa sih ginian aja dipikirin panjang-panjang, toh saya nggak akan nangkring juga. Yeeeyy, ternyata ada bis AC yang lewat, jadi dengan membayar 3000 perak saya bisa duduk dengan nyaman.

Sampai di kampus A di daerah Karet, saya naik ke lantai tujuh karena udah telat 15 menit dari jam yang ditentukan, seharusnya jam setengah 9 pagi. Masuklah saya ke ruangan dosen, dan saya akan jabarkan kelinglungan yang saya alami pagi ini:

1. Bapak dosen yang saya mau temui lagi mengubek-ubek tasnya di lantai, dengan posisi membelakangi gue. Selain si bapak, ada tiga ibu dosen yang salah satunya saya kenal dan kemarin baru gue sms-in. Nah karena posisi si bapak seperti itu, saya bingung apakah harus menunggu dia melihat gue di depan pintu, atau nyamperin aja. Begini aja gue kayaknya susah banget mikirnya. Lalu gue akhirnya samperin dia (soalnya nggak selesai ngubek-ubek tasnya, nggak tau nyari apa), pas dia bangun dan nengok, kagetlah dia tiba-tiba ada saya di belakangnya, dan langsung histeris,"Heyy kamu Faye, udah dateng..?"

Nah saat itu saya nggak ngeh kalau dia kaget, sampai seorang ibu dosen yang nggak gue kenal nyeletuk, "wong permisi dulu dong, jangan ngagetin kayak begitu. Kayak hantu aja." Lalu si ibu memperagakan dengan suara seperti hantu mengagetkan manusia, "Waaa..". Aduh malu saya, apalagi ibu dosen yang saya kenal juga ketawa-ketawa.

setelah dapat tanda tangan si bapak, gue pamit untuk pergi ke kampus C. Nah saya awalnya mau menyapa di ibu dosen yang saya kenal itu, tapi entah kenapa saya sungkan, mungkin karena kejadian hantu barusan itu, membuat gengsi saya melejit utnuk menyapa. Sampai di luar gedung, baru saya menyesal kenapa saya nggak sapa aja. Hampir saya melangkah balik ke dalam gedung, tapi kaki saya malah terus melangkah ke arah angkot yang sedang mengetem, mengantarkan saya ke kampus C.

2. Sampai di kampus C, saya ngumpulin akta lahir, pasfoto, dan nilai UAN, dan yang seharusnya dikumpulkan bukannya nilai UAN melainkan Ijazah. Pasfoto saya pun seharusnya terlihat telinga kiri-kanan, tapi memang telinga kanan saya tidak bisa terlihat, mungkin karena terlalu menempel dengan kepala. Untung saya nggak disuruh foto ulang (saya kasih tau ya, foto pakai blazer itu panas sekali).

Ok, saya isi buku si mbak Akademik. Saya mencari nama saya, dan menulis tanggal. Tanggalnya yang harus saya isi 7 Oktober 2009, tapi saya tulisnya 7 September. Saya urek-urek pakai bolpen, dan hasilnya malah nggak kelihatan sama sekali tulisan saya. Kalau saya tulis ulang di atasnya, tentu itu namanya merebut tempat orang lain. Mana saya tidak ada tipex, dan saya hanya berharap mbaknya nggak sadar, dan saya yakin Tuhan (kalau memang ada) tahu kalau maksud saya menulis tanggal 7 Oktober 2009.

3. Setelah dari akademik, saya harus ke kantor PR di kampus B di seberang untuk menyerahkan foto dalam CD. Ternyata mbak PR-nya baru datang jam 10, di mana saya masih harus menunggu sekitar 45 menit. Cukuplah untuk makan soto di kedai depan dan ke ATM BCA di apartemen sebelah.

Makan pun nggak santai, dan saya bergegas ke apartemen untuk mencari ATM. Ternyata sebelum sampai apartemen saya melihat plang ATM BCA di ruko. DI depan ruko ada seorang berjaket hitam, dan langsung saya tanya, "Mas, ATM BCA di mana ya?", Lalu si mas menjawab "Wah saya nggak tau, coba tanya sama sekuritinya." Dalam hati, ohh ternyata dia bukan sekuriti toh, salah nanya dong gue. Maaf ya mas.

Di pintu ruko ATM-nya, bertuliskan "operational banking open from 8.15-21.00." Padahal itu sudah jam sembilan lewat, tapi pintunya masih di tutup. Dari dalam, seorang satpam sedang makan mie ayam (kalau nggak salah) melambaikan tangan ke saya menandakan ATM nya belum buka. Hmm, gue merasa dibodohi sama tulisan di pintu itu. Atau memang sebenarnya si satpam itu yang sedang gaji buta?

Akhirnya, sampailah gue di ATM apartemen, dengan perlu bertanya arah jalan kepada doorman-nya, padahal sering banget saya bolak-balik ke situ. (makanya jangan heran kenapa ada buku yang judulnya "Why men don't listen and women can't read map") Dari jauh, pintu ATM-nya tertulis, "Maaf ATM sedang dalam perbaikan." Saya masih ragu, siapa tahu saya yang salah baca, dan ternyata memang benar seperti itu tulisannya. Saya masih kepikiran mau cek ke dalam, siapa tahu ATM-nya sudah benar, tapi tulisannya lupa dicabut. Lalu saya pikir-pikir lagi dengan nalar, kalau saya nekad mencoba dan ATM saya (baca:mama saya) ditelah bulat-bulat sama mesinnya, gue mau ngadu ke siapa coba?

4. Setelah tetek-bengek selesai, sekarang tinggal mencegat bis kuning di depan, dan dengan begitu saya nggak akan terlambat ke kantor. Di dalam bisa, saya duduk sendiri di kursi dan mengambil sebelah pinggir, bukan yang dekat jendela. Tiba-tiba di tengah jalan ketika sudah hampir sampai di tempat saya turun, seseorang mendorong dari arah belakang, dan mau duduk di sebelah saya. Seorang kakek-kakek berkulit albino dengan bercak-bercak warna cokelat di kulitnya (gue berpikir sebenarnya warna kulit dia yang asli yang mana) memaki saya, "Sanaan!!" Wah kampret, udah tiba-tiba mendorong saya masuk ke pojok, marah-marah pula. Lalu dia melihat jam tangan saya dan bertanya dnegan kasar sekarang jam berapa. Saya kasarin balik, "sepuluh!". Tiba-tiba, selintas bau pesing menyerang hidung saya. Biasanya, bau seperti itu saya temui di pinggir got atau samping gerobak sampah, bukan di dlaam bis. Memangnya ada yang pipis di bangku bis? Kalau ada sih keterlaluan sekali. Saya mengendus-endus, dan ternyata sumber bau pesingnya berasal dari kakek-kakek sebelah saya itu.

Akhirnya, saya nggak sabar bangun dan mau turun dari bis secepatnya. Saya berdiri, dan keluar paksa melewati si kakek, seperti cara yang ia lakukan tadi. Ketika saya lewat, tangannya yang putih bebercak itu menyentuh punggung saya. Oohhh tidaaakk apa gue akan tertular?? Saya semakin bergegas, dan nggak sengaja tas saya menyenggol kepala ibu-ibu di depan saya. Maaf ya, bu..

Saya turun dari bisa, berpayung ria di sepanjang jalan Tebet Utara yang ramai itu, dan menuju kantor. Seperti biasa, saya menjadi first comer di ruangan saya. Cepat-cepat saya nyalakan lampu, AC dan komputer. Mau mengadu segala kepenatan pagi ini.

Huff.. Semoga hari ini nggak ling-lung lagi dan hari ini terlewati dengan bahagia. I Wish.

No comments: