Yolody's Room

Thursday, August 16, 2012

Celebrate The Independence Self

Yolody's Room, Tebet, 16/8/12

Bulan ini saya seperti orang gila, mulai dari mengurus majalah tempat saya bekerja, digital brochure tentang Pariwisata, operasional bisnis kue (apalagi menjelang Lebaran), dan deadline proyek buku cerpen yang sedang saya garap bersama tim menulis saya. Ajaibnya, saya merasa hari-hari pekerjaan saya seperti holiday. :)

Saya yang biasanya jadi manusia pagi, harus memutar kebiasaan 180 derajat jadi manusia pagi dan subuh. Sering saya bangun jam 2 dini hari untuk menulis, jam 4 pagi mengemas kue-kue, jam 7 pagi bersiap ke kantor. Untungnya, pembeli-pembeli kue saya sangat bersahabat. Banyak dari mereka rela mengambil kue pesanan ke kitchen saya jam 7.30 pagi, karena saya harus segera berangkat ke kantor. That's too early to take a box of cake, right? But they genuinely would do. :)

Segelas kopi di pagi hari sudah jadi bagian hidup saya. Saya juga harus kembali rutin berenang setelah lama terlupakan, but I know there's no reason to (not) work-out.

Hari ini--menjelang liburan 17an dan Lebaran, saya pulang lebih cepat dari kantor, jam lima sudah tiba di rumah. Kitchen saya sedang dipenuhi kue-kue dan para asisten baking serta raja dapur, tak lain mama saya. :) Sementara saya, memilih untuk naik ke kamar, mandi sore, lalu melamun-lamun sejenak di kasur. Melamun buat saya bukan dosa. Karena di saat melamun, kita memberikan 'space&time for ourselves'. Melamun selama beberapa menit atau satu jam, buat saya juga waktunya refleksi diri, mengingat-ingat apa yang telah terjadi dalam sehari, seminggu, sebulan, setahun lalu atau kapanpun.

Melamun bikin saya senyum-senyum sendiri. Melamun membuat mood saya berkumpul untuk mulai beranjak dan melakukan pekerjaan saya yang lain. Dan melamun sore ini membuat saya 'ngeh' bahwa besok adalah independence day of Indonesia. Wow. It has been passed 67 years, but my age is going 25.

Have I gained my independence in life yet?

Suddenly that question popped-up in my mind.

Dibilang sudah, ya memang sudah. Sedari kecil, saya dianggap anak paling mandiri di keluarga. Dibanding ketiga kakak saya dulu, saya yang paling mudah diurus, dalam arti apa-apa saya lakukan sendiri dan tidak tergantung orang lain. Contohnya, di hari pertama masuk TK, saya sudah pulang pergi naik bus antar-jemput tanpa ditemani orang tua. Lalu saat di TK ada acara jalan-jalan ke Ancol dan dicium Lumba-Lumba, saya ikutan. Ikut berjalan ke Lumba-Lumba sendirian, padahal teman-teman saya semua ditemani ibunya. Dan ternyata karena saya sendirian, saya tidak diizinkan dicium Lumba-Lumba. Saat itu saya sedih sekali dan tidak tahu alasannya kenapa hal yang saya mau dilarang.

Sampai besar, kebiasaan 'apa-apa sendiri' terbawa sampai sekarang. Bahkan, saya terkadang lebih suka bekerja sendirian tanpa tim. Karena kesukaan pada kesendirian itu pula,  mungkin jadi alasan kenapa saya memilih profesi sebagai penulis. Menulis (dan membaca) adalah hal yang sangat-sangat personal. Tapi bukan berarti saya introvert, saya pun suka bersosialisasi, pentas teater, dan mengobrol sampai pagi.

Well, intinya, saya tak membiarkan siapapun mengatur hidup saya, sekalipun itu orang tua saya. Prinsip saya, hidup saya yang jalani, jadi kalau terjadi apa-apa itu tanggung jawab saya sendiri. Saya sangat ingin menghindari untuk menyalahkan orang lain pada nantinya kalau saya membiarkan mereka mengatur saya. Misalnya, saya sangat menyanggah kalau Ma atau Pa saya berusaha mengatur-atur jodoh, pekerjaan, pemilihan teman, atau apapun itu. I'm very strict on that, because I rule my own life.

Balik ke pertanyaan tadi, apakah dengan kemampuan dan kebiasaan saya mengatur diri sendiri tanpa ketergantungan dengan orang lain, lantas saya dibilang Merdeka? Tidak juga. Kenapa?

Saya masih bergantung pada keadaan untuk menentukan perasaan saya. Saya masih berpikir, saya sedih karena keadaan. Kalau saya sengsara, itu karena keadaan. If the situation were better, I'd be happier. Yang ada, saya jadi sering tidak menerima kenyataan-kenyataan seperti itu, dan jadinya keluhanlah yang keluar. Emosi pun mudah meluap tak terkontrol. Kalau senang, bisa senang sekali sampai tak bisa menahan tawa. Sedih, sedih sekali. Marah, marah sekali bisa sampai (hampir) melukai diri. Kadang saya merasa kalau badan saya sakit atau terluka, perasaan saya membaik. Begitu mudahnya sampai saya kadang merasa depresi. Why can't I control myself? That's one thing I have to chance to gain my independece.

And how about you? See the problem, find the solution, and change it (if you feel it's important).

Happy Independence Day, Eid Mubarak &  Great Long Holiday, friends! :)

fy