Terkadang.. *hapus, revisi*
Seringkali.. hidup tak bisa ditebak. Jodoh yang menentukan siapa bertemu siapa, siapa harus tertimpa apa, siapa melakukan apa.. Dan jodoh itu masing-masing pribadi yang mengatur pula, bukan? Terkadang, maksud saya, seringkali pula saya tidak terima atas apa yang terjadi pada saya, mungkin padahal memang MUNGKIN sewajarnya terjadi seperti itu. MUNGKIN memang saya yang idiot sering tak terima hal yag memang harus terjadi. Idiotnya lagi, sering tidak terima merasa sakit hati, tapi tetap terus dihadapi walau dengan dongkol. Mau lepas, hati tak bisa. Coba dibuka, terjadi lagi. Begitu terus.
Hari ini, ada kejadian yang membuat hampir setiap teman saya geger dan syok. Teman laki-laki saya meninggal di usia yang tidak terpaut jauh dengan saya. Beberapa tahun lalu ia pernah sakit struk, dan sejak itu ia berhenti merokok dan berat badannya menjadi normal, dari yang awalnya obesitas. Hari ini saya pulang kerja lebih cepat, dan dengar kabar itu dari mama. Teman saya mendadak meninggal hari ini. semalam ia masih main PS dan entah malam atau paginya badannya biru dan kaku, muntah busa. saya masih belum dapat info jelasnya.
Suatu kebetulan yang aneh karena tadi siang, teman kantor saya, Lia, bercerita mengenai sahabatnya yang mendadak meninggal minggu lalu. Dan katanya sekarang lagi musim orang meninggal. Lantas saya bilang "nggak tau deh gimana rasanya kalau teman gue meninggal." Dua jam berikutnya, saya tahu salah satu teman lelaki saya sudah nggak ada. Syok. Tak menyangka. Saya pikir setelah ia mengalami struk, ia pasti menjaga tubuhnya dengan benar. Saya tak tahu pasti apakah penyebabnya karena ia tidak menjaga badan atau apa.
Yang pasti, saya tidak menyangka sama sekali. Rencananya saya pulang kerja mau tidur karena telah mengalami malam yang berat beban pikiran semalam sampai mata saya tak karuan rupanya pagi ini. Taunya saya tetap tak bisa tidur juga, dan akhirnya memutuskan menulis tentang ini. Masih terus ingin tahu kenapa dengan teman saya? Kenapa? Apakah waktu dilihat kondisinya sudah nggak enak, lantas nggak cepat-cepat dibawa ke dokter? Apakah sewaktu ia mencoba bicara dengan orang di sekelilingnya untuk memberi tanda bahwa rasa sakitnya sangat hebat, namun dianggap lebay? Apakah dokter salah diagnosa? Apakah karena tak ada biaya berobat? Kenapa banyak sekali alasan yang bisa dipakai padahal sudah ada tanda-tanda akan kehilangan?
Sedikit egois mungkin, saya malah sempat memikirkan diri sendiri masih tak bisa lepas dari pikiran "gimana kalau saya kehilangan orang terdekat saya saat situasinya gantung alias masih ada urusan yang belum tuntas? (kehilangan di sini belum tentu karena meninggal saja. Bisa jadi karena diculik alien, disulap oleh Deddy Corbuzier atau kesasar lupa jalan pulang, dan akhirnya tinggal di hutan)
Seperti teman saya itu. Ia masih dalam proses mencapai impiannya menjadi seorang desainer grafis. Masih banyak pertanyaan dalam hidupnya yang masih misteri. Mungkin ia sedang berpikir seperti ini: bagaimana hidup saya lima tahun lagi? Nanti saya menikah dengan siapa? Gimana gue membahagiakan nyokap gue? Hal ini memperkuat hati ketidakpercayaan saya mengenai pemikiran yang sering diagung-agungkan orang bahwa jalan hidup manusia sudah diatur, ataupun manusia diciptakan (kalau ada yang menciptakan) dengan adil, bla bla blaa..
Okay kembali ke laptop, kalau kata Tukul. Mau dilupakan tapi kepikiran terus. Mau bertindak takut menyesal. Mau bicara takut mengundang sakit hati. Mau dituntaskan malah doing nothing.
Mau diam tapi berharap dunia tahu dengan sendirinya. Mau berlagak tak ada apa-apa tapi terlalu ekspresif. Saya juga sering sekali berpikir, kenapa saya tak bisa akting saja. (padahal sedari SD-SMA saya belajar teater!) Saya lebih ahli berbohong ketimbang berpura-pura. Tapi saya mau kebalikannya. Alangkah senangnya kalau bisa berpura-pura. Tak ada resiko, tak ada sakit hati yang sudah jelas pasti terulang lagi. HAHAHA!~~ nggak lucu sama sekali ya~~
Pagi tadi, saya dapat quote dari seorang teman. Begini, "time heals everything." Hm.. Benar juga ya. Tapi kalau dipikir lagi dengan keidiotan saya, apa benar everything? Lantas apa rasa sakit hati bisa hilang seiring waktu? Ya nggak bisa lah kalau penyebab sakit hati itu masih ada. Di mana-mana sebabnya dulu yang dihilangkan, then let the time flow it in the deep sea..
Hm.. saya tak tahu apakah pemikiran IDIOT saya ini berhubungan dengan kasus teman lelaki saya itu, tapi otak idiot saya ini mengatakan masih ada benang merah yang menghubungkan (nggak tau gimana runutannya sih,hehehe..)
Anyway, dari hati terdalam saya, saya sangat berduka cita atas teman saya. Teman lama yang sering bersua bila bertemu ketika ia main ke rumah saya ataupun bertemu di jalan, walau tak banyak berbagi. Teman saya yang kalem dan baik. Teman saya yang banyak berubah, dari yang semangat sebelum sakit stroke, lalu menjadi tak tahu mimpinya sendiri setelah pulih dari stroke. Dan akhirnya ia bangkit lagi dan memaksa dirinya untuk mengejar mimpinya. Di tengah ia mengejar, semuanya kandas. Namun, saya yakin ia akan menjadi manusia yang lebih baik di kehidupannya mendatang dan ia akan belajar dari kehidupannya yang kali ini untuk mengejar mimpi baru di hidupnya yang baru nantinya.
We love you, Aseng.
No comments:
Post a Comment