Di tengah keremangan subuh pukul setengah lima pagi, di saat sebagian besar insan masih terhanyut bersama film dalam binga tidurnya, taksi muncul di depan komplek rumahku.
Sesaat kusapa satpam yang bersiaga di samping portal, dan kubilang aku harus berdandan karena aku akan menjadi pengapit di sebuah pesta pernikahan.
Bukan berniat curhat, tapi untuk mencegah si satpam bersusah payah menguras otak mengapa aku pergi dari rumah sepagi itu dengan membawa dua buah tas di bahu.
Di talam taksi, sepasang calon pengantin menyapaku. Kami menggelinding ke daerah pasar Jatinegara. Salon terlewati, dan kami pun harus berjalan kurang lebih 50 meter. Mana salonnya? Kupikir. Oh, ternyata aku harus melewati sebuah gang sempit dan dipastikan becek di sore hari. Kulewati seorang lelaki dengan kutang tertidur pulas di atas dipan.
Salon tampak bukan seperti salon. TV, Radio dan barang elektronik lainnya berjajar. Oh, ternyata si pemilik salon rumahan itu menyewakan rumah depannya untuk pusat reparasi.
Anjing-anjing pudel menyambutku. Hampir kusangka mereka hanyalah anjing biasa yang dirias sedemikian rupa seperti pudel.
Tidak ada kursi keramas. Aku harus keramas di kamar mandi pakai gayung dan meminta shampo. Tau begitu aku keramas tadi subuh.
Wajahku mulai disentuh. Dibersihkan. Diberi foundation, dengan spons yang bau apak. Kulihat cermin di samping. Oh.. wajahku.
Setiap kali kutengok cermin, ku menarik napas dalam. Tidak terima.
Pasrah. Sepanjang merias, spons bau apak itu ditempel di pipiku, yang selalu menutupi lubang hidungku. "supaya bedaknya tidak luntur tergesek tangan",katanya. Penat kepalaku.
Setelah selesai dirias, kulihat bayanganku dan ku tak percaya itu aku. Aku seketika teringat film hantu jaman dulu.
Giliran rambut. Si perias memaksaku untuk disanggul, dan ku bersikeras berkata tidak dan hanya mau diblow. Selagi diblow, berkali-kali hairdryernya menggetok keras kepalaku. Sisirnya mencakar kulit kepalaku. Sampai akhirnya aku tahu kenapa sedari tadi ia memaksa menyanggul rambutku. "ini bukan salon rambut, biasanya buat sewain baju pengantin dan make up aja. Rambut cuma bisa nyanggul, kalo nge-blow gini mah gak pernah,"katanya.
Heuh,, Tapi demi sepasang calon ini aku bertahan.
Kami menggelinding ke ancol, untuk pemotretan. Dengan dress backless selutut, aku berpanas-panasan di tengah terik matahari Ancol. naik perahu, naik ke batu, memegang buntut pengantin, mengasistensi tanpa hitungan dan kesah.
Si perias sempat berpesan,"nanti kalau kamu merit, ke sini aja. Nanti dikasih murah deh."
No comments:
Post a Comment