Melepaskan kepenatan sejenak dari kehidupan nyata, tanggal 24-26 Februari 2011, saya melarikan diri sejenak ke Singapura. Bukan dalam rangka mencari kerja bak TKI, tapi sekedar memenuhu nafsu jalan-jalan sama Edwin, Tata, dan empat teman lainnya. Hanya saja, saya dan Edwin adalah orang yang ribet dalam segala urusan. Bahkan, mau melancong ke negara tetangga saja banyak urusan timpang tindih sebelumnya. Mari saya paparkan satu persatu.
Dua minggu sebelum berangkat..Tata, sahabat saya yang cerewet berkali-kali mengingatkan saya untuk segera melaporkan nomer paspor ke maskapai penerbangan yang sering memberikan promo (ya betul penonton, Airasia!!). Dia mengomel bak genderuwo, “ampun deh gueee udah kayak emak lu aja. Gue sih nggak mau nungguin lu ye, bye-bye aja kalo lu ga bisa pergi.”
Segeralah saya meneruskan ke Edwin. “Tuuut.. Rumah kamu kan deket Airasia. Deket kantorku ada juga sih, tapi kan panas jalan siang-siang.. ” Kalimat pembuka itu sudah cukup jelas bukan saya meminta tolong apa? Malamnya, sepulang dari Airasia, Edwin bilang, “Pasporku udah nggak berlaku. Aku baru ke imigrasi buat perpanjang, selesainya tanggal 23.” “Whattttt?????” saya langsung nungging karena stress, mengingat penerbangannya tanggal 24.
Satu minggu sebelum berangkat..Pagi-pagi, dapat kabar bahwa neneknya Edwin meninggal di Surabaya. Edwin harus cabut ke kampung halamannya hari Sabtu pagi. “Sampai kapan?” aku bertanya. “Rabu pulang.” “Whaaaat?????” saya nungging lagi, mengingat besoknya berangkat.
Untung Edwin dapat kesadaran dari surga langit ke-tujuh untuk pulang lebih awal, hari Selasa malam.
Satu hari sebelum berangkat..Hari itu hari Rabu tanggal 23. Pagi-pagi, sudah kuteror Edwin untuk segera ambil paspornya dan melaporkan nomernya ke Airasia. Hari itu seharian saya bekerja di rumah. Tahu apa yang saya lakukan? Demi mendapat bahan tulisan mengenai teknologi beauty di majalah tempat saya bekerja, majalah eve, saya mendapat pencerahan. Saya mencari dokter kecantikan di Singapura untuk saya wawancara. Saya bikin janji, saya memebuat pertanyaan. Komentar teman-teman kantor, “rajin amat lo cuma tiga hari ke Singapur, malah nyari kerjaan!”
Hari itu juga, saya baru bertanya macam-macam ke Tata lewat Yahoo Messenger.
“Ta, besok kita si Singapura jalan ke mana aja?”
“Ta, gue wawancara dokter enaknya hari apa?”
“Ta, hostel kita di daerah mana?”
“Ta, koper batas beratnya berapa?”
“Ta, boleh bawa liquid?”
“Ta, lo bawa selimut ga?”
Semua itu dijawab dengan “gua tabok bolak balik ya hari gini baru panik nanya!”
Saya bekerja sampai sore, itupun sudah ngebut karena malamnya saya mau menonton pertunjukan Jakarta Love Riot di GKJ sama Edwin. Begitu jam enam sore, Edwin menjemput saya. Sebelumnya, dia bilang nggak sempat jemput saya karena dia masih sibuk menyelesaikan skenario. Taring-taring saya hampir muncul, untungnya dia menyerah dan tetap menjemput saya.
“Mana kopermu? Kan subuh nanti mau berangkat bareng dari sini.
“Nanti habis nonton kita ke rumahku dulu (di kelapa gading), ambil koper, lalu ke rumahmu lagi.”
“^%^*&(*&(*)(*.. Ok.”
Ketika nonton..Di tengah pertunjukkan, jam 10 malam, teman kantor saya mengirimi saya bbm. Katanya ada satu rubrik artikel yang layout-nya belum saya cek. Gaswat, saya ada kemungkinan harus mampir ke kantor lagi. Untung saya selamat berkat teknologi I-phone-nya si pacar. Saya bisa mengecek layout lewat email. Alhasil, saya tak terlalu menikmati pertunjukkan.
Jam 12 malam sepulang menonton, ibu saya memberi titah saya dan Edwin harus segera ke Hotel Mulia mengambil makanan dari kakak saya yang lagi ada di sana. Dari sana, segera meluncur ke rumah Edwin (saya sudah sebut kalau lokasinya di Kelapa Gading?)
Jam 01.30..Ok, Edwin bawa delapan biji kaos buat tiga hari. Saya bongkar lagi. Empat kaos cukup. Dia masukkin satu lagi. Lima, okelah. (saya aja cuma bawa tiga baju, saudara-saudara!). Packed. Ngobrol bentar sama papa-mamanya yang kita bangunin.
Jam 2.00Ke 7/11 dulu belanja popmie, lalu ke rumah saya. Tiba-tiba, kacamata hitam andalan saya hilang. Matahari masih tidur tapi saya dan Edwin lagi heboh nyariin kacamata. Nggak ada kacamata, nggak ada Singapura! Akhirnya, keresahan terjawab. Kacamata sembunyi di tumpukan baju di kasur.
Edwin ngorok, saya masih mikir-mikir apa ada barang yang ketinggalan.
“Groook.. Zzzz.. Syuutt..”
“GROOOO..OOKK.. ZZZ.. SYUUUT…”
Ngoroknya makin besar. Makin saya malas tidur. Hiks.
Jam 3.30..Supir saya datang siap mengantar ke bandara. Saya mandi. Tak lama, Tata datang.
Jam 04.00..Edwin dan Tata berusaha menutup koper saya yang nggak tahu kenapa nggak bisa ditutup. Bongkar lagi, popmie dikeluarin. Kasihan, Edwin belum sempat gosok gigi.
Jam 4.10..Pagar sudah dibuka, tinggal berangkat. Edwin masih sibuk ngambilin kue di kulkas.
Saya tak sangka, selamat juga sampai di airport.
*bersambung ke cerita jalan-jalan di Singapura. Enjoy! *