Memboyong sanak saudara dari kampung halaman
Iming-iming kemakmuran dikumandangkan
Berharap menjadi ajudan penghuni ibukota
Berkhayal menjaring harta
Menyongsong ufuk menanti pagi
Memelas meminta simpati
Tapi kenyataan berkata lain
Cacing perut bermain-main
Beribu akal diberdayakan
Meminta paksa dihalalkan
Bukan kepercayaan yang didapat
Hanya kekecewaan berujung umpat
Jadilah kolong jembatan menjadi rumah
Bila sedih hanya mengais tanah
Menyaksikan Jakarta berlalu lalang
Hingga siang berganti petang
Bukannya berusaha, malah meratapi
Mengumpat tiada henti
Kalau bisa tangan hanya terbuka
Atau dua jari mencapit dompet para pekerja
Tak terpikirkankah untuk kembali ke kampung halaman?
Banyak singgasana yang bisa dilahirkan
Tak usahlah terkapar di samping comberan
Membuat asa berantakan
Tuan, nyonya, dan bujang.. ada satu hal lagi
Tolong kendalikan nafsu birahi
Tak usahlah gemar beranak pinak
Kasihan nasib sang anak
Manusia-manusia kolong jembatan
Geraklah raga sedikit, putar otak berkelipatan
Asup diri dengan secercah ilmu
Jangan beralasan tak punya uang seribu
Manusia-manusia kolong jembatan
Bukan ku tak pedulikan
Hanya kalian terlalu manja
Diberi asa, minta nyawa.
*Puisi ini tercipta ketika saya sedang dirundung masa PMS. Pikiran semakin sensitif dan moody. Begah melihat kehidupan di kolong jembatan di Grogol.
No comments:
Post a Comment